Saturday, April 20, 2013

Tips dan Trick untuk menghindari harga obat yang mahal (Untuk Pasien)

Pada tulisan sebelumnya dibahas tentang pemberian obat mahal oleh dokter, kali ini saya ingin memberikan sedikit tips dan trick buat pasien yang masih percaya dengan obat generik (obat murah tapi bukan murahan) dan tidak setuju dengan harga obat menentukan efektifitas obat. Tips dan trick di bawah ini tidak di jamin keberhasilannya 100% karena beberapa faktor, termasuk ketersediaan obat generik untuk obat tertentu, keadaan sakit anda yang membutuhkan properti obat yang tidak terdapat pada obat generik, ataupun ketakutan anda terhadap wajah sangar dokter yang memeriksa anda :).



  1. Pasien selalu berhak meminta obat generik kepada dokter, karena itu jika anda mau mintalah dokter menuliskan resep obat generik. (jika bukan Obat Paten, lebih jelas tentang obat paten). Ingatlah bahwa kebanyakan dokter tidak akan menawarkan apakah anda mau obat generik, tetapi kebanyakan dokter akan memberikan anda obat generik jika anda memintanya.
  2. Tanyakan berapa kira-kira harga obat yang ditulis oleh dokter di resep, agar supaya anda bisa memperhitungkan keadaan uang anda, jika tidak cukup mintalah ganti dengan obat yang lebih murah, atau generik.
  3. Sampaikan keadaan keuangan anda kepada dokter, kebanyakan dokter masih manusia dan masih punya nilai-nilai kemanusiaan.
  4. Jika dokter tidak mengindahkan permintaan anda untuk minta obat generik (jika obat generik memang tersedia), kunjungi dokter lain pada kunjungan berikutnya.
  5. Jika anda sudah terlanjur berada di apotik, mintalah apotik mengganti obat dengan obat generik. Jika pihak apotik mengatakan perubahan resep harus sesuai permintaan dokter, mintalah pihak apotik menelepon dokter. Jika tetap tidak mau, pindahlah ke apotik lain terutama yang ada embel-embel BUMN nya.
  6. Jika anda sudah terlanjur membeli obat mahal tersebut, silahkan minum obat itu sesuai dengan petunjuk dokter, jangan di simpan saja di lemari es, atau di tempat perhiasan karena alasan obat tersebut mahal dan terlalu berharga untuk di minum :)


Catatan:

  • obat generik dan obat generik bermerek memiliki zat aktif obat yang sama, tetapi belum tentu dengan zat penambahnya, yang kadang-kadang memberikan properti tersendiri bagi obat, misalnya slow release yang menambah lama kerja obat, salut gula yang membuat obat tidak pahit ketika di masukkan di mulut, salut selaput yang membuat obat bisa melewati lambung tanpa rusak oleh asam lambung hingga lebih banyak yang di serap di usus atau mengurangi efek terhadap lambung, chewable atau obat dapat di kunyah, dll Kadang-kadang properti-properti ini sangat membantu anda meskipun harganya lebih mahal daripada obat generik.
  • obat paten, memang tidak punya generiknya. Jika dokter meresepkan obat paten kepada anda dan anda tidak mampu membelinya, tanyakan kepada dokter apakah ada obat dengan kasiat yang hampir sama, atau dari golongan yang sama atau mirip yang lebih murah
  •  kadang-kadang harga obat meskipun generiknya memang mahal, terutama obat-obat suntikan.
  • Jika ada tips dan trick dari anda, silahkan tulis dalam kolom komentar dari catatan ini. :)
Blessing

Dokter memberikan Obat Mahal, Wajar...

Akhir-akhir ini banyak orang yang mempertanyakan tentang pemberian obat oleh dokter, yang katanya, hanya berdasarkan pertimbangan untuk memperkaya diri, sehingga kebanyakan dokter tidak lagi menggunakan obat generik, tetapi menggunakan obat bermerek, atau obat paten berdasarkan perjanjian kerjasama yang menguntungkan dengan pihak perusahaan obat.
Karena itu saya tertarik untuk membahas sedikit dari seluk-beluk pemberian obat dalam tulisan kali ini.

Sebelum lebih jauh, sebaiknya kita tahu dulu istilah-istilah yang dipakai biar tidak salah kaprah membicarakannya.
  • Obat Paten secara gampangnya, obat dalam golongan ini adalah obat yang baru (NCE= New Chemical Entity)dikeluarkan di pasaran oleh salah satui perusahaan obat, dimana zat aktif yang ada dalam obat ini belum pernah di pasarkan sebelumnya. Obat ini memiliki hak paten (berdasarkan UU No. 14 Tahun 2001, masa paten obat di Indonesia adalah 20 tahun). Selama 20 tahun ini, tidak boleh ada obat dengan zat aktif yang sama beredar di pasaran selain obat paten. Obat-obat ini biasanya harganya memang mahal, karena biaya penelitian sejak awal, produksi, marketing, ditambah tidak adanya pesaing karena belum ada obat dengan zat aktif sama beredar di pasaran.
  • Obat Generik Setelah masa paten suatu obat berakhir maka dipasarkanlah obat dengan zat aktif yang sama menggunakan nama kimia (INN = International Nonprietary Name) obat tersebut. Obat generik ini harus lulus uji BABE (bioavailabilitas dan bioequivalen) untuk memastikan bahwa obat ini memiliki efek yang sama dengan obat paten. Obat generik ini kemasannya sederhana dan tidak boleh diiklankan. Harganya biasanya jauh lebih murah dari obat paten, karena tidak perlu menghabiskan biaya penelitian yang besar, serta biaya marketing. Obat generik ini menjadi program pemerintah bekerja sama dengan BUMN industri farmasi. Ada juga yang disebut Obat Generik Berlogo, yaitu obat generik yang diproduksi oleh perusahaan obat tertentu dengan memasang logo perusahaan di kemasan, tetapi tidak mengubah nama obat, tetap menggunakan INN-nya. Biasanya juga harganya tetap murah karena alasan yang sama.
  • Obat Bermerek Obat bermerek ini biasanya disalahartikan dengan menyamakannya obat paten, padahal yang dimaksud dengan obat bermerek adalah obat-obat yang sudah lewat masa patennya dan dipasarkan oleh perusahaan yang lain dengan memberikan nama tertentu terhadap obat tersebut. Biasanya di tambahkan dengan hal-hal tertentu yang menambah nilai jual obat, misalnya salut gula, agar obat tidak pahit, sediaan yang disesuaikan untuk mempermudah pasien minum obat, dll. Obat ini biasanya lebih mahal daripada obat generik maupun obat generik berlogo, karena selain biaya produksi, juga biaya marketingnya akan lebih mahal. Obat bermerek ini juga harus melewati uji BABE. 
  • Medical Representatif (Medrep/ detailer) bisa didefinisikan sebagai duta perusahaan / seseorang yang dipercaya untuk mewakili perusahaan guna mempromosikan produk obat secara professional, kredibel, dan berintegritas. Istilah lainnya adalah Detailer, karena dalam melaksanakan tugasnya, seorang Medical Representative harus mampu menjelaskan seluk beluk produk yang ditawarkan secara detail kepada customernya. untuk lebih jelasnya dapat anda baca di Mengenal apa itu Medical Representative.

Apabila pasien datang berobat, maka dengan segala keahlian yang dipelajari oleh seorang dokter, ia akan melakukan proses pemeriksaan terhadap pasien, menganalisa hasil pemeriksaannya, mendiagnosis, dan akhirnya mengambil keputusan untuk pengobatan/terapi. Pengambilan keputusan Terapi inilah yang menjadi topik kita kali ini.

Keputusan beberapa detik ini sebenarnya memiliki proses panjang di baliknya. Dimulai ketika perusahaan obat akhirnya memproduksi satu jenis obat. Apabila obat yang diproduksinya adalah bukan obat bebas (tidak boleh di jual bebas, harus dengan resep dokter) maka otomatis marketing obat tersebut tidak akan dilakukan di TV atau media lainnya, target utamanya ialah dokter dan apotik, disinilah seorang medrep akan berperan untuk mempresentasikan keunggulan produk tersebut kepada dokter, dari segi medis maupun bisnis. Dari segi medis, seorang medrep akan mempresentasikan bagaimana obat ini dapat menyembuhkan penyakit tertentu, berdasarkan data-data penelitian, dan dari segi bisnis, bagaimana seorang dokter akan diuntungkan jika menulis resep obat tersebut. Pada tahap ini dokter akan mengambil keputusan apakah akan memakai obat yang dipresentasikan tersebut atau tidak. Jika dokter telah mengambil keputusan, maka tinggalah menunggu pasien yang diagosis penyakitnya, secara rasional dapat diobati dengan obat tadi. 
Hal ini sebenarnya sangatlah sederhana, tetapi akhirnya menjadi sangat rumit, karena kedokteran bukanlah bisnis murni, ada nilai-nilai kemanusiaan/sosial yang sudah mendarah daging dalam profesi ini sejak lama. Disinilah tempatnya dimana, ilmu pengetahuan, pengalaman klinis, hasrat untuk memenuhi kebutuhan hidup, hasrat untuk memenuhi standar/gaya hidup tertentu, nilai-nilai kemanusiaan, dan pertimbangan sosial seorang dokter bertemu. Hasil dari benturan semua hal tadi, itulah yang akhirnya tertulis dalam resep dokter. 
Ada beberapa alasan yang mungkin membuat dokter memberikan obat mahal kepada pasien, antara lain:

  1. Seorang dokter bisa saja menggunakan obat paten yang harganya mahal dengan alasan bahwa berdasarkan ilmu pengetahuan yang dia pelajari, obat inilah satu-satunya yang dapat menolong pasien untuk sembuh dari penyakitnya, sehingga ia mengharuskan pasien untuk membeli obat tersebut, dia tidak punya pilihan lain karena belum tersedia obat generik untuk obat tersebut.
  2. Seorang dokter berdasarkan ilmu pengetahuannya tahu bahwa obat dengan zat aktif tertentu bisa untuk menyembuhkan pasiennya, dia juga tahu bahwa tersedia obat generik yang murah untuk obat tersebut, tetapi berdasarkan pengalaman klinisnya obat dengan zat kimia tersebut dengan merek dagang tertentu dari perusahaan obat tertentu hasil terapinya lebih baik karena obat tersebut di buat dengan properti tertentu (misalnya slow release) sehingga meningkatkan kepatuhan minum obat pasien. Obat generik yang harusnya di minum 3 kali sehari, dengan merek dagang tertentu, obat yang isinya sama dapat diminum 1 kali sehari, sehingga pasien tidak perlu minum obat terlalu banyak dalam 1 hari, hal ini tentu saja meningkatkan kepatuhan minum obat. Jadi meskipun lebih mahal dokter memilih untuk meresepkan obat tersebut.
  3. Seorang dokter bisa juga memberikan obat Paten atau bermerek berdasarkan pertimbangan sosial, karena ada pasien yang tidak percaya dengan obat murah. Menurut mereka semakin mahal obat, semakin tinggi khasiatnya.
  4. Seorang dokter bisa juga memberikan obat paten atau bermerek yang mahal kepada pasien berdasarkan pertimbangan untuk memenuhi standar kehidupannya (dokter) yang tinggi, sehingga mengesampingkan nilai-nilai kemanusiaan, Kadang pasien harus membayar obat yang tidak terjangkau, padahal tersedia obat yang sama dengan merek lain yang lebih murah, ataupun obat generiknya. Lebih parah lagi, jika memberikan obat-obat tambahan yang tidak sesuai indikasi, atau diagnosis dari penyakit, demi menambah pundi-pundi uang. Resep ditulis berdasarkan perjanjian kerjasama dengan perusahaan obat, bukan berdasarkan diagnosis.
  5. mungkin masih ada alasan lain yang tidak tertulis disini.

Menurut pendapat saya (PRIBADI), untuk seorang bisnisman semua hal tersebut dapat dilakukan dan sah-sah saja, well everybody needs money, right? Tetapi untuk seorang dokter, sekali lagi menurut saya (PRIBADI) alasan nomor 4 sebaiknya tidak menjadi pilihan. Sebab kemuliaan profesi kedokteran tidaklah terdapat pada Profesi itu sendiri, melainkan orang-orang yang menjalankannya (sperti yang saya tulis dalam catan saya sebelumnya, "Profesi Mulia, dokterkah?"). Masih menurut saya, dokter yang melakukan tindakan seperti nomor 4 membuat profesi kedokteran kehilangan wibawanya sebagai salah satu profesi yang cukup dihormati di masyarakat.

Jadi apakah saya menolak jika ada janji bonus jika memberikan obat tertentu, oh tentu saja TIDAK, tapi saya MENOLAK apabila karena demi bonus, pasien dirugikan. Pemberian obat yang rasional berdasarkan diagnosis pasien, tetapi juga mempertimbangkan keadaan sosial pasien sebaiknya (baca:seharusnya) tetap dilakukan oleh seorang dokter dalam menjalankan praktek kedokterannya. Sebab janji ini telah diucapkan dihadapan Tuhan oleh setiap Dokter Indonesia: "...Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang berhormat dan ber­moral tinggi, sesuai dengan martabat pekerjaan saya..." (kutipan dari lafal sumpah dokter indonesia)
Mudah-mudahan setiap dokter Indonesia akan sadar bahwa kita tidak menerima berkat dari pasien ataupun perusahaan obat, tetapi dari Sang Khalik.


Berikut adalah Tips dan Trick untuk menghindari harga obat yang mahal (untuk pasien)


Blessing!




Friday, April 12, 2013

Dokter Membedah Berita, "Kualitas Dokter di Sulut di pertanyakan"

Sebuah berita di Koran ternama di Sulut baru-baru ini membuat para dokter berang, apa pasalnya? Sebab meskipun Wartawan juga manusia, dan bisa melakukan kesalahan, tapi melihat berita yang terkesan seperti tugas karangan anak SD tentu saja menghantui para dokter yang membacanya. Dengan demikian berdasarkan insting seorang dokter yang harus menganalisa sesuatu secara lebih mendalam, maka saya tertarik untuk membedah berita (sebenarnya tidak terlalu cocok di sebut berita tetapi karangan)

MANADO-Ada ungkapan 'Dokter juga manusia'. Artinya, sebagai manusia, wajar dong kalau dokter melakukan kesalahan. Ungkapan itu memang benar. Tapi bila melihat seringnya dokter salah atau tak mampu diagnosis pasien, tentu menghantui masyarakat. 

Pernyataan pembuka ini (yang di garis bawahi) adalah pernyataan yang sah dan dapat di terima, dan dapat di anggap sah apabila dapat di buktikan secara jelas, bukan mengada-ada bahwa itu benar terjadi. Yang ingin saya soroti pertama ialah

-seringnya dokter salah atau tak mampu diagnosis pasien-
pernyataan ini harus benar-benar dibuktikan dengan baik oleh penulis berita, maksud saya karangan, karena mengandung tuduhan yang langsung terhadap profesi yang eksis di masyarakat. Adanya ketidakmampuan dokter mendiagnosis, atau salah mendiagnosis pasien benar terjadi di dalam praktek kedokteran, makanya di berlakukan sistim konsul dan sistim rujukan. Tetapi dengan kata Sering yang dituliskan oleh penulis berita, maksud saya karangan, di atas berarti beliau mengklaim bahwa sebagian besar penanganan pasien di Sulawesi Utara terjadi kesalahan diagnosis ataupun ketidakmampuan diagnosis.
Sekarang mari kita melihat beberapa bukti yang disampaikan oleh penulis berita, maksud saya karangan, di atas

Di Sulut misalnya, banyak kasus salah atau tak bisa mendiagnosis pasien yang berujung pada kematian.  (pertanyaan saya, data yang digunakan untuk membuat penyataan ini adalah? tanpa data yang jelas, pernyataan ini berarti tuduhan sepihak terhadap komunitas dokter di SULUT) Investigasi Manado Post saat membawa atau membesuk keluarga/teman di RSU Prof RD Kandou dan rumah sakit lainnya di Manado, diagnosa dokter hanya seputar beberapa penyakit klasik (demam berdarah, gejala tifus, maag, ispa, rematik, dan hipertensi). Berbagai obat pun diberikan. Well, i am wondering, apakah penulis yang mengatasnamakan salah satu media terkemuka di SULUT ini mengerti apa arti kata investigasi, ataukah arti kata investigasi menurut dia adalah bertanya kepada keluarga pasien yang saudaranya di rawat di rumah sakit. Diagnosa dokter hanya seputar penyakit klasik, bla bla bla, ini pasti buah pikiran yang dipikirkan di depan komputer, sebab tidak ada yang namanya diagnosa gejala tifus, atau ispa dan di rawat di rumah sakit, sedangkan penyakit klasik lain yang disampaikan oleh si penulis berita, maksud saya karangan adalah penyakit-penyakit yang bisa mengakibatkan pasien mengalami gangguan fungsi atau pun bisa mengancam jiwa sehingga di rawat di RS.
Jika sudah dua minggu lebih di rumah sakit dan tidak sembuh (sebaliknya kondisi pasien makin parah), diagnosa terakhir dokter tidak lari dari virus. Berbagai obat virus pun diberikan. Memasuki satu bulan tidak ada perubahan, alasan terakhir dokter, pasien terkena virus baru yang belum terdeteksi. Alasan itu sering didengar wartawan koran ini. 

Tidak tahukah penulis, ya, saya pastikan dia tidak tahu, bahwa kebanyakan penyakit virus adalah penyakit yang sembuh sendiri dan biasanya di bawah 2 minggu. Kalaupun ada yang bertahan di atas itu berarti Virus yang di maksud bukanlah virus kebanyakan dan memang harus di rawat di rumah sakit. Pernyataan yang menarik adalah alasan itu sering di dengar wartawan koran ini, yang ingin saya tanyakan, seberapa sering saudara "wartawan koran itu" mendengar alasan itu? Ataukah memang kita bisa menulis berita dari opini yang di buat seolah-olah hal itu benar. Kalaupun memang ada yang menggunakan alasan itu, sebaiknya "saudara wartawan koran itu" menulis dengan jelas siapa yang memberikan alsan, ataupun minimal di ruang perawatan mana?

Jika sudah sebulan lebih di rumah sakit, dipastikan keluarga sudah menghabiskan puluhan bahkan bisa ratusan juta rupiah. Tergantung keluarga pasien. Kalau pasien dan keluarganya menunjukkan orang kaya, datang dengan mobil sendiri, pakai perhiasan mahal, pakaian mahal, dan penampilan bagus. 
Ketika mengisi formulir saat pendaftaran pasien juga, ada daftar isian yang menentukan status pasien dan keluarganya. Misalnya pekerjaan apa, menggunakan jaminan kesehatan apa, dan apalagi jika memilih kamar rawat inap VIP. Ini akan menjadi ‘mangsa’ dokter, pihak rumah sakit, termasuk distributor obat yang ikut terkena imbasnya. ‘’Fenomenanya di rumah sakit memang seperti itu pak,’’ ujar beberapa perawat kepada Manado Post dan memohon nama mereka tidak ditulis di koran. 


Sebaiknya penulis berita, maskud saya karangan, benar-benar melakukan investigasi tentang apa yang di tulisnya, Di ruang rawat darurat, dokter tidak pernah menyambut pasien di depan pintu gerbang, bagaimana mungkin tahu apakah dia datang dengan mobil sendiri, ataukah tahu darimana itu bukan mobil pinjaman, kemudian soal mengisi status pasien, apakah menurut pendapat anda pihak rumah sakit hanya perlu tahu saja nama pasien, umur dan jenis kelamin? Tidak perlu tahu ada jaminan sosial, atau apa pekerjaan pasien, dan apakah memang pikiran anda sepicik itu untuk melihat data pasien tersebut semata-mata untuk melihat siapa yang bisa di kuras dan tidak bisa di kuras? 
Kemudian soal pasien yang masuk VIP dan dapat obat mahal, saudaraku, pasien yang masuk ruang VIP berhak juga meminta obat generik kepada dokter yang merawat, dan sepanjang saya bertugas di RS saat pendidikan maupun di klinik rawat nginap saat menyandang profesi ini, sangat jarang, bahkan tidak pernah sekalipun seorang pasien masuk ruang VIP dan minta obat generik. (jika pernyataan ini tidak bisa dipercaya, berarti anda juga tidak perlu mempercayai hampir seluruh pernyataan yang di tulis dengan huruf merah, karena semua itu juga hanya di klaim berdasarkan pengalaman). Menurut hemat saya adalah wajar seorang pasien VIP mendapat obat-obatan yang mahal, kalaupun memang kemahalan, bisa minta ganti obat lebih murah, bahkan obat generik sekalipun. Dan silahkan investigasi ke ruang perawatan VIP, apakah masih ada pasien disana yang mau menggunakan obat-obatan seharga kacang goreng, yang meskipun khasiatnya sama, tetapi secara psikologis tidak dipercaya oleh mereka.

Hal menarik diungkapkan beberapa orang yang keluarganya meninggal setelah berbulan-bulan dirawat di rumah sakit.  Yaitu ketika keluarga sudah habis puluhan bahkan ratusan juta rupiah, tetapi kondisi pasien terus memburuk, akhirnya keluarga mulai menyalahkan orang lain.Terutama orang yang pernah terlibat selisih paham dengan pasien. Atau teman kerja yang menganggap ada persaingan jabatan dan persaingan bisnis. Di saat-saat seperti itu tak jarang muncul kalimat, ‘’Orang ada beking, orang ada doti, orang ada santet, orang ada kirim, tainjak talibagu, dan alasan lain yang di luar akal sehat.’’ ‘
’Kendati ini akibat tidak profesionalnya mereka yang menjalankan profesi untuk menemukan penyakit seseorang dan menyembuhkannya. Seperti pengalaman yang menimpa ayah saya,’’ ujar seorang bapak berusia 36 tahun yang meminta namanya tidak dikorankan.
Tidak ada RS manapun yang mengklaim bahwa jika di rawat disini pasti sembuh. Kecuali bebrapa klinik yang anda lihat di TV yang bisa menyembuhkan segala jenis penyakit tanpa operasi, dan banyak testimoni orang yang berobat dan pasti sembuh, dan tidak ada testimoni kalau ada yang tidak sembuh. Well, saya juga menyadari bahwa ada pasien yang meninggal karena memang tidak dapat didiagnosis, atau ada juga kasus malpraktik, tetapi harus dibuktikan di pengadilan, tetapi berharap bahwa keluarga kita yang sakit akan sembuh adalah harapan semua orang, tapi sayang sekali RS tidak selalu bisa menjawab harapan itu. Banyak pernyataan keluarga pasien, "terima kasih dokter sudah berusaha" yang sayang sekali tidak pernah di dengar oleh penulis berita, maksud saya karangan di atas, yang setiap harinya terdengar di RSUP maupun di RS dan klinik lainnya di SULUT. Tapi pernyataan seperti itu memang tidak layak diberitakan, cukuplah menjadi penguat semangat setiap insan dokter Indonesia, termasuk SULUT.

Kasus-kasus seperti ini banyak menimpa warga Sulut. Karena itu Rumah Sakit Umum (RSU) Prof dr RD Kandou Manado yang mendapat sorotan. Rumah sakit tersebut yang disorot warga, karena umumnya pasien di rumah sakit-rumah sakit lain di daerah ini, dirujuk ke rumah sakit itu. 
Terutama terkait kualitas pelayanan kesehatan oleh tim medisnya, terlebih khusus dokter-dokter sebagai penanggung jawab setiap pasien. Kemampuan dalam menegakkan diagnosa oleh dokter untuk kelanjutan pengobatan pasien, dianggap masih kurang dari harapan masyarakat. 
Ada bahkan pasien yang mengeluh karena dianggap sering menjadi “kelinci percobaan” oleh dokter yang sering bergonta-ganti argumen tentang anamnesa yang dilakukan dan tidak tegas menentukan diagnosa. Sampai-sampai ada yang menganggap masuk ke rumah sakit (RS) ini seperti membawa nyawa untuk dijemput ajal, karena banyak yang datang masih bernyawa pulang tinggal nama.

Kelinci percobaan karena dokter saling berargumen tentang anamnesa, menari sekali. Berarti penulis ingin bahwa tim medis di ruang perawatan akan bekerja sendiri-sendiri tanpa perlu saling berkomunikasi dan menyampaikan pendapatnya tentang penyakit yang di derita oleh pasien. Saya malas membahas penyataan tanpa dasar ini, dan juga menurut orang-orang yang namanya tidak mau dikorankan, mungkin pernyataan itu tidak intelek. Kalau soal datang bernyawa, dan pulang tidak bernyawa, tanpa bermaksud melukai perasaan orang-orang yang keluarganya meninggal di Rumah Sakit, tetapi itulah Rumah Sakit, ada orang yang pulang sembuh, ada yang pulang tetap sakit dan meninggal di rumah beberapsa saat kemudian (seperti ayah saya), dan ada juga yang meninggal di rumah sakit. Dan sangatlah tidak rasional menyalahkan dokter dan petugas medis apabila ada orang yang pulang dengan keadaan sakit ataupun meninggal dunia. Meskipun saya juga tidak menampik kemungkinan malpraktik, yang sekali lagi saya anjurkan untuk segera melaporkan kepada yang berwajib jika anda memang menduga ada kejadian seperti ini.
Salah satu keluarga pasien yang enggan namanya dikorankan menyampaikan, anggota keluarganya awal masuk ke UGD kemudian disarankan dirawat inap. Beberapa minggu ditangani dokter di ruang Anggrek, keadaannya makin memburuk. Dokter belum menemukan penyakitnya. 
Kendati obat yang diminum sudah banyak. Bahkan belum habis, sudah diberikan lagi resep lain. Keluarga pasien pun mengamuk di ruang VIP tersebut. ‘’Kita marah-marah itu dokter dengan perawat. Pasien soamper satu bulan di rumah sakit, dokter ndatahu penyakitnya,’’ keluh   seorang ibu yang keluarganya baru saja meninggal. 
Karena dokternya ketakutan,  mengusulkan pasien tersebut dipindah rawat di ruang Irina B. Pasien tak kunjung membaik. Setelah beberapa minggu dirawat, akhirnya anggota keluarganya tersebut meninggal dunia. Namun, hingga jenazahnya dibawa pulang, dokter tak mampu memberikan diagnosa penyakitnya dengan pasti,” tegas keluarga pasien tersebut dengan nada emosi.
Ada juga masyarakat yang pernah berobat di RSU Prof Kandou dengan harapan memperoleh kesembuhan. Awal diperiksa, dokter mengatakan pasien tersebut menderita ambeien. “Setahun mengonsumsi obat sesuai diagnosa dokter tersebut tapi tak ada perubahan. 
Dokter lantas merubah diagnosanya menjadi penyakit fistula perianal,” kata pasien tersebut dengan raut bingung dan kesal terhadap sikap dokter itu. Selain itu, ada keluarga pasien yang mengeluh karena di saat anggota keluarganya sedang gawat, dokter yang merawatnya tidak bisa dihubungi sehingga hanya dirawat oleh dokter jaga.
 ‘’Ayah saya kejang-kejang jam 7 malam. Perawat bilang, tunggujo dokter nanti datang baperiksa esok pagi. Kendati setelah dicek, dokternya sibuk melayani pasien di tempat prakteknya,’’ keluh keluarga pasien yang ayahnya telah meninggal. 
Menjadi pertanyaan bagi masyarakat umum, sejauh mana kualitas pelayanan dokter di RSU Prof Kandou Manado hingga saat ini? Apakah hal ini imbas kesalahan dari sistem seleksi calon mahasiswa kedokteran, sistem perekrutan awal dokter, atau sistem kerja yang kurang profesional. Kemudian, apakah kebutuhan dokter dan alat medis dari luar negeri menjadi kebutuhan yang sangat mendesak bagi Sulawesi Utara.    


Semua hal yang tertulis di atas ini, sebenarnya menarik untuk diperbincangkan, tetapi hal ini tidaklah akan membuktikan pernyataan atau tuduhan yang di tulis oleh penulis berita, maksud saya karangan ini. Karena tidak jelas apakah peristiwa ini benar2 terjadi ataukah hanya sebatas khayalan penulis profesional. Karena dokternya ketakutan, sehingga mengusulkan pindah ke B, memangnya hal seperti ini boleh, anda pikir supervisor akan seenaknya mengiakan pasien pindah karena dokter jaga ruangan ketakutan, HaHAHAHAhahahaah, Investigasi anda berarti masih kelas kerupuk (emang ada istilah kelas kerupuk? anggaplah ciptaan dari orang yang tidak mau namanya di korankan, yang artinya argumen yang ada tidak dapat dipertahankan dan mudah sekali dipatahkan seperti mematahkan kerupuk).
   
Manajemen RSU Prof Kandou Manado melalui Kepala Sub Bagian (Kasubbag) hukum, organisasi, dan hubungan masyarakat (Hukormas) Meike Dondokambey SH mengatakan, kinerja seluruh stakeholder RS sudah sangat baik.

 “Direktur Utama (Dirut) dr Djolly Rumopa SpOG sangat tegas dalam memberikan pengarahan dan pembinaan bagi karyawan untuk bekerja sesuai Standar  Operasional Prosedur (SOP) pelayanan kesehatan bagi masyarakat Sulut,” kata Dondokambey, Kamis (11/4) kemarin di ruang kerjanya. 
Mengenai dokter yang berpraktek di RS ini Dondokambey menjelaskan, penerimaan tenaga medis tentunya melihat kualitas terbaik. Begitupun bagi dokter residen yang akan berpraktek di sini harus mengikuti tes awal yang benar-benar ketat. “Selain daerah Sulut, dokter residen yang berpraktek di sini juga berasal dari daerah lain di Indonesia,” jelas Dondokambey.
Dirinya pun membantah jika pasien yang dirawat menjadi “kelinci percobaan” karena setiap dokter tetap melakukan pekerjaannya untuk kesembuhan pasien. “Profesi dokter pun sering diperhadapkan dengan keadaan dimana jika pasien tersebut dilakukan penanganan akan salah, apalagi tidak dilakukan penanganan yang berakibat fatal bagi pasien tersebut,” ujarnya.
Ditambahkannya, sesuai aturan juga untuk diagnosa penyakit yang berhak mengetahui hanya dokter, pasien dan keluarga, serta tim medis yang menangani pasien tersebut. “Hingga kini, komunikasi oleh dokter terhadap pasien dan keluarga untuk persetujuan tindakan (informed content) tetap menjadi hal pokok sebelum diadakan penanganan lanjutan setelah mendapatkan pertolongan di UGD,” katanya. (ctr-09)  
Sayang sekali bagian yang paling dapat dipertanggungjawabkan dalam berita, maksud saya karangan di atas, adalah bagian yang paling tidak akan diperhatikan dan tidak akan dipercaya oleh pembaca, karena opini telah dibentuk melalui gaya penulisan penulis di atas. Sebab hanya bagian ini yang bisa ditelusuri benar tidaknya, karena kita bisa langsung bertanya kepada mereka yang memberikan pernyataan di atas.

Artikel ini mungkin saya tulis sebagai pembelaan diri saya sebagai salah satu yang di tuduh dalam tulisan, maksud saya karangan di atas. Karena saya Dokter, saya tinggal di SULUT. Sedangkan Tuduhan yang dialamatkan kepada kami "dokter di sulut" sangatlah tidak berdasar, dan tanpa bukti yang jelas. Saya akan sangat respek jika suatu saat MP sebagai media cetak terbesar di sulut benar-benar melakukan investigasi, bukan hanya pendapat 1 orang wartawan dan mencetaknya. Kejadian-kejadian di atas mungkin saja terjadi, dan mungkin juga tidak, mungkin juga dilebih-lebihkan belum ada yang tahu kepastiannya sampai ada bukti investigasi yang lebih jelas, bukan katanya, dan katanya, dan kata orang yang tidak mau disebutkan kalau dia orang.

Kemungkinan malpraktik, misdiagnosis, underdiagnosis, overdiagnosis, mistreeatment selalu ada dalam dunia kedokteran, tetapi pernyataan di atas seolah-olah menggambarkan bahwa sebagian besar dokter di sulut tidak melakukan tugasnya dengan profesional. 
Maju terus dokter Indonesia, Tetaplah profesional, dan buktikan kalau pernyataan dari karangan di atas itu salah. Dan seandainya saya menganalogikan apa yang dilakukan penulis dengan profesi kedokteran, Penulis telah melakukan kesalahan diagnosis yang terburu-buru tanpa menganalisa dengan baik gejala, tanda, dan pemeriksaan penunjang yang ada.

Blessing

Wednesday, April 10, 2013

Penyalahgunaan Antibiotika

Kali ini yang akan di bahas adalah penyalahgunaan obat, atau drug abuse (versi saya) yang paling jarang di tangkap sama polisi, karena yang disalahgunakan adalah obat-obat yang bukan golongan narkotika, tetapi obat-obat yang di jual bebas di pasaran. Langsung saja:

Amoksisilin dan Ampisilin 
Dua antibiotika ini termasuk antibiotika yang paling sering disalahgunakan, sebenarnya ada juga tetrasiklin, tetapi sekarang semakin jarang. Kenapa dua golongan ini saya golongkan pada drug abuse, karena memang selalu disalahgunakan. Pengalaman saya praktek (dan pasti pengalaman kebanyakan dokter juga) ketika pasien datang ke tempat praktek dan di tanya apakah sudah minum obat, dan obat apa yang di minum, kebanyakan jawabannya adalah Amosksisilin atau Ampoisilin,tidak peduli apakah dia mengalami sakit kepala, sakit perut, sakit maag, luka, demam, dll. Parahnya lagi biasanya Amoksisilin atau Ampisilin hanya diminum 1 atau 2 tablet dan berhenti.
Disini terletak beberapa kali kesalahan,

Pertama kenapa amoksisilin dan ampisislin atau antibiotika  lain bisa ditemukan di warung, pasar, kios, dan beragam tempat jualan lainnya. Saya masih maklum kalau ditemukan di pasar gelap, karena di situlah memang tempat ditemukannya barang-barang yang tidak bisa di jual bebas. Harusnya obat-obatan dengan lebal lingkaran merah tepi hitam dan huruf K di dalamnya harusnya hanya di jual di apotik dan hanya boleh di beli jika ada resep dokter.




Kedua 
Obat-obatan tersebut adalah golongan AntibiotikaAntibiotika (menurut wikipedia, dan saya juga setuju) adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Jadi penggunaan antibiotika seharusnya hanyalah pada infeksi bakteri dan bukan pada semua jenis penyakit. Antibiotika bukanlah obat simptomatik (yang menyembuhkan gejala) tetapi adalah obat yang menyembuhkan penyebabnya yaitu bakteri. Penyakit infeksi yang disebabkan karena virus, jamur atau organisme lain selain bakteri tidak bisa sembuh dengan menggunakan antibiotika, apalagi sakit kepala yang disebabkan karena kebanyakan online. Tetapi dalam masyarakat, amoksisilin telah terlanjur menjadi obat dewa yang bisa menyembuhkan hampir segala jenis penyakit.
Kenapa Obat-obat ini harus dengan resep dokter, karena dokter yang akan menilai (melalui gambaran laboratorium, atau evidence based, pengalaman, dan pengamatan yang saksama) apakah penyakit yang di derita disebabkan oleh bakteri atau bukan, kalau disebabkan oleh bakteri apakah cocok dengan amoksisilin/ampisilin ataukah lebih baik golongan antibiotika lain (yang kemungkinan juga sebentar lagi akan disalahgunakan).
Ketiga
Penggunaan antibiotika terutama golongan ini (untuk kebanyakan jenis infeksi bakteri) seharusnya tidak boleh hanya dengan menegak 1-2 tablet saja meskipun gejala penyakitnya sudah reda atau bahkan hilang sama sekali. Penggunaan antibiotika biasanya 3 hari atau lebih, untuk memastikan bahwa bakteri penyebab telah benar-benar di hilangkan (eradikasi). Selain itu pemberian 1 atau 2 atau 3 atau 4 kali sehari memiliki nilai penting dalam pengobatan, hal ini berhubungan dengan waktu paruh obat dan dosis terapi. Apabila dosis terapinya tepat tapi dipakai hanya 1 atau 2 kali, bakteri tidak akan tereradikasi sempurna, jika penggunaannya juga tidak mencapai dosis terapi (tidak diminum teratur selama waktu yang ditentukan) juga tidak akan mengeradikasi bakteri  dengan sempurna. Apa bahayanya jika terjadi demikian? bahayanya ialah akan semakin banyak bakteri yang resisten atau kebal terhadap antibiotika tersebut, karena bakteri yang masih tetap bertahan karena pengobatan yang tidak adekuat (mencukupi) akan membentuk kekebalan terhadap obat tersebut, dan saat bakteri tersebut berkembangbiak terbentuklah bakteri-bakteri yang kebal terhadap antibiotika.

Penyalahgunaan Antibiotika seperti amoksisilin dan ampisilin memberikan dampak yang luas terhadap system kesehatan, biaya kesehatan akan semakin mahal, karena untuk influenza ringan saja kita butuh antibiotika-antibiotika terbaru yang harganya lebih mahal, dan apabila pola ini tidak berubah maka kejadian tetrasiklin, yang sudah terjadi saat ini pada amoksisilin dan ampisilin akan segera berlanjut ke antibiotika-antibiotika lain yang beredar di pasar terang (bukan pasar gelap, heheheh).

Solusinya:
masalah pertama. saya tidak mampu mengubah system pasar dan penjualan obat-obat tersebut, saya kan hanya dokter kecil (yang kebetulan badannya besar) tapi gak punya power besar untuk mempengaruhi system pasar. Jadi biarlah itu menjadi tanggungjawab para pembuat kebijakan, dan mari kita doakan agar semakin banyak dokter yang peduli masuk jadi anggota DPR, dan jangan berhenti berdoa sampai disitu, tapi berdoa juga supaya pas jadi anggota DPR gak terpengaruh
masalah kedua dan ketiga. ini yang bisa kita lakukan sama-sama baik sebagai dokter dan masyarakat. kalau sakit, jangan segera beli amoksisilin atau ampisilin atau antibiotika yang lain, kalaupun terpaksa beli minumlah sesuai dosis yang dianjurkan dengan masa waktu jga yang dianjurkan (minimal 3 hari atau lebih). Saran saya lebih baik sebelum mengkonsumsi antibiotika bertanyalah dulu kepada dokter, kalau dokternya mahal, tanya saja sama saudara atau teman yang dokter. Caranya: pertama-tama puji dulu bilang dia ganteng, atau cantik, terus kalau sudah termakan pujian baru mulai cecar dengan pertanyaan seputar antibiotika, pasti di jawab sampai ke akar-akarnya. :) Sebagai dokter, pastikan bahwa pengobatan yang dilakukan rasional berdasarkan laboratorium evidence, maupun evidence based medicine. Kalo masalah ini bisa saya lakukan, dan pasti akan tetap saya usahakan. Pastikan juga anda melakukan penyuluhan tentang penyalahgunaan antibiotika pada pasien, agar pasien akan semakin mengerti.


Mudah-mudahan langkah kecil kita bisa mencegah penyalahgunaan antibiotika yang terus terjadi setiap hari.

Blessing!

Saturday, April 6, 2013

Profesi Mulia, Dokterkah?

Banyak orang bilang profesi yang ku geluti adalah profesi mulia. Cukup beralasan memang, simak saja sebagian lafal sumpah dokter Indonesia yang harus diucapkan oleh setiap insan indonesia yang mau menekuni profesi ini...

Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan;
Saya akan memberikan kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima kasih yang selayaknya;
Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang berhormat dan ber­moral tinggi, sesuai dengan martabat pekerjaan saya;
Kesehatan penderita senantiasa akan saya utamakan; dst

Lafal sumpah ini seolah-olah menegaskan pendapat sebagian orang, bahwa benar, dokter adalah profesi yang mulia. Sayapun berasumsi sama dengan kebanyakan orang, dokter seharusnya adalah profesi yang mulia. 
Mari kita lihat apa artinya MULIA dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI):

mu·lia a 1 tinggi (tt kedudukan, pangkat, martabat), tertinggi, terhormat: yg - para duta besar negara sahabat; 2 luhur (budi dsb); baik budi (hati dsb): sangat -- hatinya; 3 bermutu tinggi; berharga (tt logam, msl emas, perak, dsb): logam --;hendak -- bertabur urai, pb jika orang ingin mendapatkan kemuliaan atau ingin mulia di mata orang lain, hendaklah berani mengeluarkan uang, jangan kikir;

1 tinggi (tt kedudukan, pangkat, martabat), tertinggi, terhormat: 

dari pengertian ini, profesi yang mulia adalah profesi yang memiliki kedudukan atau pangkat yang tinggi. Presiden atau Raja jelas masuk golongan ini. Apakah dokter juga masuk golongan ini, mungkin ya, mungkin juga tidak. Mungkin juga karena pengertian ini yang terus menerus dihidupkan di dalam profesi ini sehingga ada segelintir dokter yang selalu ingin diperlakukan sebagai Tuan, menganggap profesi yang lain lebih rendah kedudukannya. 

2 luhur (budi dsb); baik budi (hati dsb): sangat -- hatinya;

Berbudi luhur dan baik, itulah yang seharusnya dimiliki oleh profesi yang mulia. Sejalan dengan lafal sumpah dokter, saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan. Hal ini harusnya menjadi hal mutlak yang dilakukan oleh seorang dokter, tidak bisa di tawar-tawar lagi. 

3 bermutu tinggi; berharga (tt logam, msl emas, perak, dsb

Profesi yang mulia itu sudah seharusnya bermutu tinggi, berharga. Bermutu tinggi, berarti apapun yang dihasilkan oleh profesi tersebut harus dari usaha yang terbaik, dengan standar yang baik. Dengan demikian profesi tersebut akan dianggap berharga oleh masyarakat.

Dari ketiga pengertian mulia di atas, dapat saya simpulkan (dari sudut pandang saya) bahwa Dokter bukanlah profesi mulia, atau lebih tepatnya, tidak ada profesi yang mulia, yang ada hanyalah orang-orang yang melakukan profesinya dengan standar yang mulia. Contohnya: seorang penjual daging, yang membuka lapaknya tepat waktu, timbangannya adalah timbangan yang benar, dia selalu menjaga kualitas dagingnya, tidak menipu pembeli dibandingkan dengan seorang dokter yang memperlakukan perawat seperti bawahan, meresepkan obat sesuai pesanan produsen obat bukan berdasarkan diagnosis, terlihat jelas mana yang menjalankan profesinya dengan kemuliaan dan mana yang tidak.
Jadi jalankanlah segala pekerjaan yang anda lakukan dengan standar yang mulia, kerjakanlah seperti anda melakukannya untuk Sang Khalik, bukan sekedar mencari keuntungan, karena niat yang mulia disertai kerja yang mulia pasti akan diberkati Allah, apapun profesi anda.

Salam.

Find me on my Facebook page and my twitter
and also my store (produk untuk pasutri, kesehatan, dll)

Friday, April 5, 2013

Who Am I ?

Seperti judul Blog ini, Blog Dokter Andre itulah siapa saya. 


Blog: saya adalah seorang bloger pemula yang memulai aktivitas bloging di saat kebanyakan orang sudah mulai bosan melakukannya, terkecuali tentunya yang sudah berhasil meraup rupiah (kenapa bukan dollar? kan sama saja, tinggal tergantung nominalnya) dari aktivitas ini. Alasan saya mulai aktivitas ini sebenarnya berhubungan dengan bisnis yang baru saya geluti beberapa hari, dan rekan-rekan saya menganjurkan untuk membuat sebuah Blog. Sebenarnya Blog ini sudah ada dari sekitar tahun 2011, tetapi tidak pernah sekalipun saya menulis sesuatu disini, sampai hari ini. Well..segala sesuatu pasti ada permulaannya, dan buat saya, inilah permulaannya. Aktivitas ini hanyalah hobi baru saya, dan sesungguhnya tidak menggambarkan siapa saya sebenarnya.

Dokter: saya adalah seorang dokter umum, yang dulu bahkan tidak pernah bercita-cita menjadi seorang dokter. Meskipun begitu, bukan berarti saya tidak mencintai profesi yang akhirnya saya miliki saat ini. Saya banyak menemukan clue tentang jalan hidup saya saat kuliah kedokteran, diawali ketika saya mengenal lebih dekat, serta mengerti siapa Allah saya (will save it for another post), kemudian akhirnya memiliki "panggilan mulia" untuk menjadi seorang dokter, juga bertemu penolong yang disediakan Allah untuk menjalani hidup ini bersama, my lovely wife Tjhan Mei fa (will also save for another post). Dan akhirnya setelah 12 tahun penuh perjuangan, atau lebih tepatnya 7 tahun penuh perjuangan dan 5 tahun tanpa berjuang, saya meraih gelar dokter umum. Itulah saya sekarang, seorang dokter umum. Gelar dokter juga tidak menggambarkan siapa saya sebenarnya, afterall, itu hanyalah sebuah gelar, saya tetaplah akan menjadi saya tanpa gelar itu.

Andre: nama saya yang tertulis di akte lahir saya adalah Gratia Andre Semuel Reppi. Saya dilahirkan di tengah-tengah keluarga terbaik di dunia (versi saya tentu saja), dibesarkan oleh superheroes favorit saya, supermom, and superdad (his passed away year ago, miss him so much). Saya punya tiga orang kakak, yang satu tidak sempat saya kenal, karena meninggal saat masih bayi, yang dua lagi adalah kakak terbaik di dunia. Anda pasti mengira bahwa keluarga saya adalah keluarga yang sangat sempurna, sehingga saya menulisnya seperti itu, sebenarnya banyak sekali kekurangan, tetapi apa yang membuat saya menulis seperti itu karena Kasih yang diajarkan di dalam keluarga, menutupi segala kekurangan yang saya alami. Back to the Topic, Gratia (sounds girly to you? it is for me) artinya berkat/ atau anugerah menggambarkan saya adalah Anugerah dari Allah dalam keluarga (kedua kakak saya bernama Gratiani dan Grace yang artinya kurang lebih sama), Semuel di ambil dari nama Kakek saya, dan Reppi adalah nama keluarga saya. Yang tersisa adalah Andre dan itulah siapa saya sebenarnya. 

Jadi, panggil saya Andre, karena itulah siapa saya..

Bless!